);

 

Sejak pertama paham arti sebuah malam minggu, aku tidak pernah tau seriang dan se-menyenangkan apa malam minggu could be. Ayah tidak pernah memberi kami izin untuk keluar rumah setelah pulang sekolah jika bukan dengannya, dengan Ibu, dan jika bukan dengan alasan atau tujuan yang jelas. Apalagi kasih izin keluar malam di hari Sabtu. Maka jadilah malam minggu selalu kami habiskan dengan menonton film dari CD sewaan di rumah, atau dengan menyantap martabak mesir langganan di rumah, atau tidur nyenyak hingga Minggu pagi datang. Di rumah.

Malam minggu tidak pernah terasa istimewa hingga aku diberi kesempatan hidup sendiri di kota jauh setelah tumbuh menjadi another orang dewasa, hingga aku diberi kesempatan untuk bisa menghabiskan uang sendiri hasil keringat sendiri, dan setelah aku diberi kesempatan merasakan hangatnya memiliki teman-teman yang tau cara menikmati suasana. Setelahnya, setiap hari mulai terasa seperti malam minggu.

Bertahun-tahun berlalu. Di ibu kota yang sesak dan crowded aku menghabiskan hari dari bangun hingga kembali tertidur. Dan lagi, malam minggu tidak terasa begitu istimewa. Rutinitas pekerjaan, kepala penuh yang terlalu lelah memikirkan banyak hal, hingga hati yang meronta-ronta mencari definisi ‘zen’ untuk dirinya sendiri. Aku lebih senang menghabiskan waktu berdiam diri di kamar dan mendengarkan beberapa lagu sambil menggores-gores sketch book-ku..

Suatu Sabtu, setelah datang ke sudut Jakarta Selatan dan bertemu dengan seseorang, sebuah nama yang tidak pernah kusimak cara mengeja namanya dengan baik, malam minggu untuk pertama kalinya menjadi sebuah malam panjang yang membekas kuat, menempel, dan membungkus ku, manis.

Maka, ini adalah cerita tentang malam minggu itu. Cerita tentang malam minggu terpanjang but tersingkat at the same time, malam minggu termanis, terhangat. Cerita tentang bagaimana sebuah malam minggu mengantarku ke hari ini, malam minggu kesekian yang berlalu dengan aku yang selalu tidak sabar menunggu hari berikutnya untuk bertemu dengan hadirnya.

I’m not so sure if this is the right point to start the story tapi ketika pertama kali kakiku turun dari pijakan sepeda motor bebek dan tangan lepas dari pundak driver ojek yang sigap mengantarku terburu-buru melaju membelah arus akhir pekan di Jakarta, adalah point dimana malam minggu pada akhirnya menjadi sebuah awal cerita panjang dalam hidupku.