);

“Hidup itu berat. Tinggal pilih mau dijalani enak-enak atau dibikin tambah berat.” Begitu kata salah satu life teacher yang sangat mempengaruhi pola pikir saya. Panggil saja beliau Suhu.

Suatu hari, sang Suhu bercerita tentang masa lalunya dan bagaimana ia menjalani naik turun garis hidupnya itu panjang lebar. Sambil sesekali terlihat berlinang air mata, sang Suhu juga menekankan banyak hal penting yang perlu saya pahami. Semacam life lesson yang tidak akan pernah saya dapatkan dari bangku kuliah atau dari internet.

Sederhananya, Hidup Itu Seperti Minum Kopi

“Hidup ini kopi pahit Ci. Mau tidak mau harus diminum. Tergantung cara kita mau minum si kopi pahit dengan cara seperti apa.”

Begitu kata sang Suhu suatu hari ketika saya lagi-lagi curhat (atau lebih tepatnya mengeluh). Katanya saya ini kadang bodoh. Sudah tau kopi pahit dan saya tidak suka, masih saja diminum.

Harusnya yang tidak suka kopi pahit menambahkan creamer, susu, atau pemanis sesuai selera.

Nah dalam hidup juga seperti itu. Ketika terasa segala hal seolah begitu berat, lepaskan. Suatu hubungan terasa menyakitkan, tinggalkan. Pekerjaan membuatmu terlalu lelah, resign. Sesederhana itu hidup terdengar.

 

Lalu bisakah diaplikasikan?

“Ya tergantung. Mau minum kopi pahit atau manis?” jawab si Suhu.

Saya bingung. Bagaimana mungkin hidup bisa sesederhana itu. Hingga suatu hari saya mempraktikan yang disampaikannya berulang-ulang.

Waktu itu saya sedang begitu lelah menjalani sebuah hubungan yang tidak berlangsung baik. Menghabiskan tenaga, pikiran, dan hal-hal buruk lainnya.

“Tinggalkan!” Saya harus melakukan ini jika ingin lebih menikmati hidup. Lantas tanpa menghitung beratnya “melupakan”, saya benar-benar melepaskan “this somebody”.

Ajaib. Saya tidak perlu mengalami “susah move on” atau gejala patah hati yang aneh-aneh. Mungkin karena saya teguh ingin melangkah naik, maka waktu itu saya memiliki “ikhlas” yang membuat saya jauh lebih damai.

 

Satu ilmu terbukti berhasil. Memilih and deal with it.

Merasa sukses dengan percobaan pertama, saya ingin membuktikan teori si Suhu untuk persoalan lain.

Ketika saya sedang berhadapan dengan pilihan harus berhenti dari suatu pekerjaan dan luntang lantung lagi atau bertahan dengan gaji kecil dan tekanan luar biasa, saya kembali memilih untuk meminum kopi pahit dengan tambahan susu kental manis dan memutuskan untuk berhenti.

Sekali lagi, mungkin karena saya benar-benar ikhlas melepas posisi bagus yang berat itu untuk sesuatu yang lebih nyaman untuk dijalani, berselang dua hari saya mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih sesuai dengan passion dan kemampuan saya.

 

Merasa damai dan puas?

Belum. Namanya juga manusia. Karena terbiasa minum kopi manis, saya ingin kopi yang lebih nikmat dengan tambahan toping dan seni seduh yang berbeda. Teorinya, kopi enak mahal. Untuk mendapatkan sesuatu yang lebih mahal ada biaya tambahan.

Biaya tambahan inilah yang kita sebut dengan perjuangan. Lelah berjuang, silahkan nikmati kopi biasa saja setiap pagi. Tidak suka kopi biasa, usahakan “pemanis”nya. Ingat, eye for an eye juga berlaku dalam hal mengejar target.

Sekali lagi, hidup yang katanya berat ini adalah menentukan pilihan. Memilih berarti menjalani hidup. Sejauh mana kita mampu memilih dengan tepat dan bertanggung jawab dengan semua resiko dari pilihan itu.

Ingat, tidak ada “salah pilih” karena hidup itu adalah “kopi pahit”. Semua pilihan akan membawakan kita masalah baru. Yang bisa kita lakukan hanya meminimalisir resiko masalah tersebut dengan lebih bijak dalam memilih.